Tuesday, May 11, 2010

Singapura, 11 Mei 2010

Ko gue jadi ngga mood nerusin Project Mage. Terlalu idealisnya Manzo. Jauh dari realita. Gue jadi pupus. Cinta gue ga dibalas oleh idealis gue sendiri.

Sekarang gue ngga tau mau nulis apa karena bingung. Dari tadi pikiran gue maju mundur kaya baru latihan nyetir. Gue pingin nulis sesuatu, tetapi apa gue ngga tau. Mungkin udah kebanyakan ide di kepala gue yang angus dan ngantri keluar. Jadi begitu pintunya dibuka sedikit, semuanya langsung rusuh numpuk kaya orang ngantri sembako.

Gue bilang ke Nyokap, gue mau mulai cari kerja. Tapi gue ngga mau sekedar magang. Gue mo cari duit. Kenapa? Gue sadar gue kebanyakan hobi juga dan hobi gue butuh duit yang sayangnya ngga sedikit. Jadi berhubung gue cukup skillful dalam hobi gue, Nyokap nyaranin gue buat nulis. Satu-satunya hobi gue yang istilahnya tidak terlalu banyak duit yang harus gue keluarkan. Mungkin untuk percetakan. Tapi Nyokap dan sahabat-sahabatnya mau dukung. Gue merasa difasilitasi jadi ya kenapa ngga? Bokap pun bilang hal yang sama. Gue lebih baik jual tulisan gue. Nah sekarang gue dapet full dukungan, apa lagi yang harus gue tunggu?

Sayangnya... Ide gue terlalu banyak, itu tadi. Saking banyaknya dam gue sampai jebol. Lalu seketika gue teringat Belanda. Sayangnya ide gue mungkin lebih besar dari Belanda dan lebih butuh banyak dam supaya itu ngga hanyut dan hilang. Faktor yang membuat gue semakin bingung memanajemen ide gue adalah; Nyokap bilang "Coba kamu nulis cerita yang mulai dewasa. Kaya cerita hidup atau cerpen tentang perjuangan wanita karir dan orang yang sudah mulai kuliah". Sedangkan Bokap bilang, "Coba kamu bikin sesuatu yang epik kaya 'Lord of the Rings'. Kamu ngga cuma ngajarin kehidupan, tetapi juga ilmu-ilmu lain yang ada di dunia ini. Jangan cuma cerita cinta yang kampungan kaya yang udah kebanyakan."

Terus gue bingung. Dua-duanya beda. Beda dunia. Satu epik, satu kaya melekat sama realita. Gue pingin nyoba nulis dua-duanya tapi gue tapi ga bisa sekaligus begitu dan idenya sekali lagi udah eksis dan saling timbun.

Mungkin Project Mage yang lagi gue telusuri adalah yang Bokap gue maksud karena itu saking epiknya gue ngga tau ingridients apa yang udah gue taro ke itu cerita. Sedangkan... Ada sih beberrapa ide cerita yang sesuai dengan yang Nyokap sarankan. Ada wanita karir yang tiba-tiba dititipin anak kembar sama sahabatnya yang meninggal, ada kisah tentang empat bersaudara yang sama-sama struggle menemukan kebahagiaan hidup dan keharmonisan keluarga. Itu klise sih, cuma menurut gue entah mengapa lebih gampang melekat ke realita. Project Mage hampir sama kayak Kitab. Butuh waktu lama buat bener-bener menerapkannya ke realita.

Dan lagi terlalu idealis. Terlalu imajinasi gue yang berlebihan dan lompat-lompatan. Menyebar, meledak, dan berkilauan kayak kembang api. Yang kalau gue muluk-mulukin mungkin bisa bikin kepala gue meledak sendiri. Tapi mungkin karena gue sendiri lagi patah hati. Hahaha, bahasanya jelek banget. Gue ngga tahu juga gue patah hati kenapa karena alasan gue belum cukup meyakinkan juri sampai Sang hakim memutuskan gue untuk patah hati.

Patah hati emang kadang bikin ngga mood. Lu ngambang dan ngga tau mo ngapain. Dan seperti yang gue bilang tadi, ini ngga bisa dibilang sepenuhnya patah hati juga karena gue masih tetap merasa terinspirasi, bisa menulis, dan menemukan sesuatu yang lain dalam hidup. Oh, dan ingin terus mencarinya. Mungkin bukan patah hati, tetapi semacam transisi. Yang jelas ini membuat gue berpikiran kalau Project Mage hanya akan mengekung gue di obesesi gue sendiri.

Dan ketika gue pikir-pikir lagi, Project Mage terlalu "pikiran lelaki". Apa mungkin sekarang saatnya gue jadi sedikit lebih wanita?

Tapi bukannya yang kayak begitu itu ngga ada batas kelaminnya? Nah, sekarang gue jadi bingung.

Tapi iya sih. Gue sedikit merasa sisi feminin gue lagi memeluk gue erat-erat seperti Ibu ke bayinya. Gue sedang ingin dianggap "wanita", mungkin karena gue terlalu sering jadi lelaki. Gue yakin sepertinya dua sahabat gue; Sarah dan Depe setuju dengan hipotesa gue ini. Gue lagi bosan dengan sikap maskulin gue yang egois dan intelek, gue lagi ingin menjadi seorang yang feminin. Sensitif dan intuitif. Mungkin karena itu gue sedikit berbelot dari Project Mage gue.

Tapi gue ngga tau apa yang bisa mengeluarkan sisi feminin gue ini. Gue ngga kepingin menulis sesuatu yang terlalu klise dan jelas. Gue ingin tetap membuat orang lain mencari dan akhirnya menghargai.

Banyak sebenarnya. Cuma saking acaknya gue ngga tau musti nangkep yang mana dan gimana cara merelasikannya.

Tapi yang jelas malam kemarin gue menemukan sesuatu.

Waktu itu gue inget Pak Ucok, Guru Bahasa dan Sastra gue pernah berkata kepada salah satu teman sekelas gue yang lagi pupus; "Lebih baik dicintai daripada mencintai".

Terus gue pikirin baik-baik kalimat tersebut. Berarti sebagai individu, kita lebih baik dicintai saja karena mencintai itu biasanya bikin sakit hati, muluk-muluk, dan kebanyakan akhirnya pupus. Berarti kita nunggu aja dicintai orang dan menerima cintanya. Tapi kalau gitu, misalnya kita beralih ke posisi orang yang kita cintai, dia berarti kan dicintai?

Kayak misalnya; "Manzo mencintai Febby, berarti Febby dicintai oleh Manzo."

Nah, bukankah prinsip itu seharusnya juga berlaku sama orang yang dicintai kita itu? Kan lebih baik dicintai dari pada mencintai. Jadi ngapain lu dong cape-cape mencintai orang lain kalau lu dicintai sama gue?

Dan gue menemukan sesuatu. Dicintai adalah pasrah. Dicintai tapi milih mencintai adalah lupa bersyukur. Dan gue berkonklusi kalau "Lebih baik dicintai daripada mencintai" adalah sebuah kedok dari "pasrah dan jangan lupa bersyukur". TAWAKAL. Apapun yang kita lakukan, sebaik apa usaha yang kita lakukan, pada akhirnya diserahkan kepada Allah SWT dan sebaiknya kita syukuri apapun yang diputuskaNya. Karena itu pasti berkah, apapun itu untuk menjadikan kita individu yang lebih baik.

Menurut gue itu ajaib. Dari kalimat mudah seperti itu, tercipta sebuah paradoks yang mengembalikan kita kepadaNya. Itu menurut gue hebat.

Dan gue rasa sekarang gue baru saja menulis sesuatu yang bisa membuat kedua orang tua gue bangga. Padahal bukan epik, padahal bukan roman. Mungkin dibaca mungkin juga tidak. Tapi gue ngga berhenti bersyukur karena setiap apa yang gue pikirkan selalu diberi pencerahan dan gue harap manusia-manusia lain pun tidak akan pernah berhenti berpikir dan mencari pencerahan.

0 comments:

Post a Comment

 

Copyright 2010 Sejuta Huruf Jatuh Habis Tersapu.

Theme by WordpressCenter.com.
Blogger Template by Beta Templates.