Thursday, March 4, 2010

Singapura, 25 Februari 2010

Dari kecil saya terlahir objektif. Terlahir kritis dan skeptis. Saya tidak mudah percaya, tidak mudah juga terhasut, dan tidak mudah menentukan sudut pandang. Mengapa? Karena saya tahu bahwa setiap manusia akan mempengaruhi manusia-manusia lain untuk mendukung sudut pandang yang mereka ciptakan. Sama seperti saya yang menuturkan apa yang saya tuturkan disini, tanpa sadar, di dalam ego saya yang terkubur, saya mengininkan Anda untuk setidaknya setuju dengan apa yang saya tuturkan.

Manusia memiliki sistem yang mereka kenal sebagai "opini". Opini memfasilitasi manusia untuk mengutarakan apa yang mereka pikirkan dan rasakan terhada suatu subjek. Opini memilliki kesan yang jauh lebih pribadi daripada komentar. Komentar bisa meraup apa saja, sedangkan opini datangnya dari dalam diri kita manusia, sebagai makhluk yang dapat berpikir dan punya nilai dasar moral.

Opini-opini yang diciptakan oleh seseorang akan membentuk sebuah sudut pandang. Sudut pandang seseorang adalah bagaimana orang tersebut secara general menanggapi sesuatu di dunia ini dan juga di dalam dirinya. Kembali kepada natur manusia yang egosentris, manusia akan menkankan sudut pandangnya kepada orang lain. Sama halnya akan keinginan akan opininya di dengar oleh orang lain. Karena sudut pandang halnya sudah lebih besar daripada sebuah opini, maka ego yang ditekankan di dalam sudut pandang otomatis akan lebih besar daripada opini.

Tentu saja sudut pandang setiap manusia di dunia ini berbeda, sama seperti sidik jari, tidak ada satupun yang sama. Mungkin mirip, tetapi tidak sama. Jika kita bayangkan, menghitung jumlah manusia di dunia ini, dengan sudut pandang yang saling dipaksakan di dunia ini, bisa Anda bayangkan betapa hebatnya gesekan-gesekan yang timbul dari satu sudut pandang ke sudut pandang yang lainnya? Tentu saja mengerikan bukan? Hal tersebut dapat kita lihat dari perdebatan kecil antara satu individu ke individu lainnya sampai kearah penyerbuan satu ras/agama ke yang lainnya. Semata karena perbedaan sudut pandang dan kpercayaan.
Kepercayaan, bukan berarti terbatas akan sudut pandang religi, tetapi apa pun yang berupa informasi, pengalaman, memori, yang pernah kita alami dan kita anggap secara keseluruhan. Sama seperti seorang anak percaya kalau ia baru saja melihat figur Kakeknya yang telah meninggal sedangkan orang tuanya tidak percaya karena menurut orang dewasa tidak mungkin seorang yang telah meninggal kembali lagi ke dunia orang hidup. Anak itu tidak memiliki informasi sains menyangkut kematian seperti yang orang tuanya punya, tetapi ia memiliki pengalaman akan melihat sendiri figur Kakeknya tersebut. Sama seperti pandangan politik dan agama. Para anggota partai mendukung kandidat mereka karena mereka percaya atas kandidat mereka. Atau bagaimana fans dari dua klub sepak bolah yang bertanding membuat kerusuhan besar semata-mata karena hanya ingin memaksakan kepercayaan mereka atas tim yang mereka anggap paling baik.

Dalam hal keagamaan, kepercayaan tentu saja adalah hal yang sangat dasar. Seorang umat beragama percaya atas agama mereka karena ia telah memenuhi syarat untuk percaya seperti menerima informasi, mengalami, dan membuktikan. Disinilah sudut pandang mulai berperan dan bergesekan. Bahkan kedua orang yang berbeda agama bisa saja memiliki sudut pandang yang berbeda. Perang antar konsep agama ini bisa dibilang fenomena menarik untuk mempelajari ego manusia karena peluangnya sangat tidak terbatas dan kita bisa melihat seberapa kuat manusia mengeluarkan naluri bertahan mereka untuk membela sudut pandang masing-masing.

Teknis defensif manusia dalam membela sudut pandang mereka sangat bervariatif. Manusia akan membagikan pengalaman yang memberikan bukti dari hal yang dipertanyakan dari sudut pandang mereka, mengutip informasi bahkan memanipulasinya, termasuk juga mengancam dan mengeluarkan kekerasaan jika super-ego mereka sudah mengontrol mereka secara berlebih. Saya ingat beberapa minggu lalu ketika saya sekeluarga sedang bicara tentang mengapa umat Muslim dilarang mengucapkan "Selamat Natal" kepada umat kristiani. Menurut saya, hanya sekedar memberi ucapan selamat adalah hal yang sangat dasar bahkan kadang tidak dilakukan sepenuh hati. Saya berargumen, "apakah kalau begitu memberi ucapan selamat ulang tahun tidak diperbolehkan juga?". Mereka memberitahu secara teknik informatif, dengan memberikan ucapan "selamat natal" kepada umat kristiani berarti kita menganggap kebenaran bahwa Yesus lahir pada tanggal 25 Desember. Itu adalah salah satu metode mereka memaksakan sudut pandang mereka terhadap topik yang sedang dipertanyakan tadi. Tentu saja saya menggugah bahwa saya tidak percaya Yesus dilahirkan pada tanggal tersebut karena 25 Desember adalah tanggal penyesuaian dari kultur daerah setempat yang menganut ajaran Kristiani pada awal penyebarannya. Dilanjutkan dengan teknik manipulasi pembicaraan, orang tua saya berkonklusi; kalau Anda tidak percaya bahawa Yesus dilahirkan pada hari tersebut, maka jangan ucapkan selamat hari natal. Itu tanda bahwa Anda mengakui bahawa Yesus dilahirkan pada hari tersebut. Kecuali Anda mengucapkan dengan metode "Selamat Hari Natal kepada yang merayakannya" atau "Selamat untuk Anda yang sedang merayakan hari Natal" dimana itu ditujukan untuk si peraya bukan kita yang tidak merayakan.

Bingung bukan? Itu masih tergolong perdebatan dasar atas pembelaan sudut pandang dalam manusia. Sampai sekarang saya tidak menganggap Natal sebagai hari perayaan agamis untuk lahirnya Yesus, tetapi juga tidak mempraktekan ajaran Islam yang terlalu mengekang. Karena saya punya sudut pandangan sendiri juga.

Manipulasi dan persuasi adalah salah satu bentuk yang paling sering digunakan untuk menekankan sudut pandang. Mekanismenya hampir sama dengan pencucian otak. Pencucian otak terjadi ketika basis dan fondasi sudut pandang seseorang atas hidupnya sudah berhasil diubah secara absolut oleh orang lain dimana hal tersebut menciptakan sebuah sudut pandang baru yang sama sekali berbeda dengan sudut pandang sebelumnya. Dalam hal agama, contoh yang saya tahu akan pemaksaan sudut pandang semacam ini adalah proses Kristenisasi dan ajaran Radikal Islam. Saya akan bahas lebih mengenai bagaimana pencucian otak dilakukan di Islam karena saya lebih kenal agama ini dan dibesarkan dengan nilai-nilai ajaran tersebut.

Yang paling jelas adalah bagaimana mereka menginterpretasi ayat-ayat Al-Qur'an. Menurut saya sendiri, Al-Qur'an bukanlah hanya untuk dibaca dan ditelan mentah-mentah. Maka itulah ada istilah "tafsir" dan membaca Al-Qur'an dalam bahasa Indonesia disebut "mengaji" yang diambil dari kata dasar "kaji". Sayangnya kebanyakan dari para pemimpin gerakan Radikal Islam dan sebagainya itu cenderung menelan mentah-mentah susunan ayatnya ketimbang memikirkan baik-baik maknanya. Contoh paling mudah adalah "jihad". Entah umat Muslim yang mana yang menafsirkan bahwa jihad berarti perang, membasmi, membantai, dan membunuh. Hal ini memberi pengaruh besar karena sistem manipulasi, persuasi, dan pemberian sugestinya yang hebat, ia berhasil membuat hampir semua umat muslim percaya dan mengakui bahwa itulah arti jihad yang sesungguhnya. Bahkan ia membuat para umat non muslim percaya juga bahwa arti jihad yang sebenarnya adalah demikian. Ia membuktikan bahwa adanya umat Muslim yang disiksa dan dibasmi entah di belahan dunia yang mana dan sebagai umat Muslim lainnya, ia percaya dan mengajak untuk "berjihad" demi membela agama tersebut. Maka dari hal tadi terciptalah sebuah pengubahan sudut pandang secara masal atas konsep "jihad" dari arti dan makna dalam yang sebenarnya dengan datangnya umat Muslim yang berbondong-bondong dan berbuat barbar atas alasan "jihad" dan meyakinkan orang yang dibantai mereka (berikut juga orang yang menyaksikannya) kalau mereka melakukan hal tersebut karena "jihad" dan "atas nama Allah". Dari hal ini kita bisa melihat bahwa prosesnya mencakup pemanipulasian informasi, pengkoleksian bukti, berikut penanaman sugesti/persuasi yang intens. Untuk dalam kasus jihad, para manusia tersebut juga mempraktekannya karena mereka menganggap "jihad" adalah kata kerja. Hal ini menciptakan suatu pandangan baru dimana akhirnya orang non Muslim menganggap bahwa Islam adalah agama yang kurang ajar dan tidak berkeprimanusiaan. Jika kita pikir-pikir lagi sebagai manusia, tidakkah hal ini justru ditimbulkan dari ego dan keinginan sesorang untuk mempaksakan sudut pandangnya atas apa yang ia percaya? Agama hanyalah sebuah konsep dan ilmu, yang bersikap dan mengaplikasikannya adalah manusia. Bagaimana manusia yang menganut agama tersebut mengaplikasikan apa yang telah ia proses dari pemahaman agamanya lah yang menciptakan imej bagaimana agama itu di mata orang yang menganutnya. Menurut saya semua agama, termasuk Islam, mengajarkan untuk mencari ketenangan di dalam jiwa dan diri masing-masing begitu juga sekitarnya. Saya menilai ini secara objektif, bukan karena kartu identitas kenegaraan saya mencantumkan "Islam" dalam kolom agama saya. Karena sebagai perbandingan, ayah saya dan para radikal itu sama-sama beragama Islam. Tetapi ayah saya boro-boro membunuh manusia, memukul anaknya saja tidak pernah. Hal-hal seperti itulah yang saya rasa menimbulkan presepsi tentang sudut pandang suatu subjek secara keseluruhan.

Begitu juga agama Yahudi di mata umat Islam. Umat Islam menganggap Yahudi itu kejam dan tidak berkeprimanusiaan juga, karena membantai banyak sekali umat mereka, untuk kasus yang paling konkrit, di Palestina. Tetapi kalau kita telusuri kembali, agama Yahudi yang autentik justru adalah ajaran yang nantinya akan melahirkan Islam.

Orang-orang terus saja diberikan informasi yang berupa dan berbagai macam. Apalagi sekarang informasi adalah hal yang sangat mudah sekali didapatkan dan kadang integritas dan harganya kerap kali dipertanyakan. Informasi, adalah hal yang paling halus dalam pembentukan suatu sudut pandang. Ia mudah sekali dimanipulasi dan diinterpretasikan sesuai dengan kehendak dan nafsu si manusia yang menangkapnya. Manusia memiliki naluri untuk ingin tahu dan belajar. Semakin banyak informasi yang ia terima, akan semakin menentukan sudut pandang yang akan ia ciptakan. Ego dan keyakinan atas sudut pandangnya akan membuat ia lebih defensif dan memperjuangkan sudut pandangnya tersebut. Kembali lagi dalam konteks agama, umat Islam kerap kali diperintahkan untuk "berjihad" atas agamanya. Hal ini menurut saya berpengaruh terhadap kekuatan ego para umat Islam untuk mempaksakan sudut pandang mereka (dengan cara yang sangat tidak efisien tentunya) dan meng-alter-kan arti sesungguhnya dari "jihad atas agama" mereka tersebut. Hal ini semua dipengaruhi akan kondisi kejiwaan manusia pada dasarnya dan bagaimana manusia punya nafsu untuk mengikuti hal yang cenderung memaksakan kemanusiaan mereka terhadap manusia lain.

Sekarang, bicara subjektif, saya menulis hal ini bukan karena saya mengakui bahwa umat Islam itu brutal dan tidak berperasaan. Apalagi karena saya mau menyebarkan agama baru dan mencuci otak "umat Islam yang mengikuti nafsu mereka itu" untuk tidak berperang di agama Allah. Yang saya katakan tadi, setiap manusia punya sudut pandang mereka sendiri. Saya percaya terhadap sudut pandang saya sendiri dan saya tidak akan terpengaruh dengan apa yang menurut saya tidak berjalan dengan logika atau norma manusia pada umumnya. Kembali lagi, saya merasa hal ini bukan dikarenakan atas ajaran agama tetapi bagaimana individu memproses dan memberi sugesti terhadap dirinya sendiri terhadap ajaran agama tersebut. Jika satu individu pada dasarnya berpikir negatif dan mengikuti nafsunya saja, maka ajaran agama yang seharusnya benar pun akan jadi salah. Sebagai manusia tentunya kita lebih baik merenung dan berpikir matang-matang daripada hanya sekedar memikirkan sisi negatif dari suatu hal. Saya sendiri bangga atas ajaran agama Islam, tetapi tidak bangga kepada manusia-manusia yang merusak ajarannya. Begitu juga bagaimana agama Yahudi dan Nasrani sudah banyak berubah sekarang. Rasanya sayang, dari arti ayat surat perintah berjihad di Al-Qur'an yang menurut saya begitu dalam dan membangun kepercayaan diri diinterpretasikan menjadi suruhan manusia untuk saling membantai satu sama lain dan dengan asalnya mengatas namakan Tuhan. Tidakkah Allah berkata bahwa "dianjurkan atas engkau untuk berjihad, tetapi Allah tidak suka kalau kau melampui batas"?

Ini adalah cara saya untuk memaksakan sudut pandang saya terhadap Anda sekalian, tidak hanya umat Islam, tetapi semua manusia pada umumnya, sadarkah Anda kalau sudut pandang Anda selama ini dikontrol terhadap reaksi ego Anda sendiri dari apa yang ada pelajari, alami, dan pahami? Saya rasa ini waktunya untuk kita semua sebagai manusia untuk berpikir jauh lebih dalam, paling tidak terhadap diri kita sendiri, demi mencegah interpretasi pikir pendek yang menjerumuskan kita untuk cenderung menekankan ego kita dan menciptakan benci terhadap umat manusia lainnya.

0 comments:

Post a Comment

 

Copyright 2010 Sejuta Huruf Jatuh Habis Tersapu.

Theme by WordpressCenter.com.
Blogger Template by Beta Templates.