Monday, April 12, 2010

Jadi saya baru mengalami kejadian buruk tentang aplikasi perilaku manusia yang sangat benar-benar mengecewakan. Saya bingung apakah harus belajar untuk menjadi manusia yang "melupakan sakit hati" saya sajakah seperti yang Ibu bilang atau malah menganut pelajaran bahwa "manusia itu semuanya busuk dan lebih baik tidak usah dipercaya".

Tergoda sekali saya menganut aesop yang kedua, "manusia itu semuanya busuk dan lebih baik tidak usah dipercaya". Begitu bisik Nemesis ke telinga saya. "Jangan dengarkan Ibumu, dengarkan saya saja. Kamu kesal kan? Dendam kan? Marah sekali kan atas hakmu sebagai manusia yang seutuhnya disalahgunakan oleh manusia lain yang punya tanggung jawab besar? Bukan hanya nyawamu, lho!" katanya pada saya, "Nyawa orang lain juga! HELL, HE HAS THE OFFICIAL CERTIFICATE TO DO SO!"

Terus, terus, Nemesis berbisik pada saya perlahan-lahan dengan penuh kesabaran dan saya mengangguk-angguk terlena dengan bis. Sementara di telinga kanan saya Ibu saya berkata "Kak, jangan dipikirin sakit hatinya, ya. Ibu juga kesel. Kita ngga usah periksa di situ lagi. Kamu urusin aja yang lebih penting dulu. Ngga usah marah... Janji ya..."

"Iya, Kakak janji." jawab saya. Sambil menyilangkan jari. Hati saya ada pada Nemesis.

Jadi Nemesis mengingatkan saya bahwa betapa mudah sekali menyebarkan kekesalan dan dendam saya dengan teknologi sekarang. Facebook, twitter, semuanya. Informasi jadi tidak ada harganya dan saya rasa saya ingin menikmati hal itu sekarang. Maka itulah saya katakan bahwa saya dendam sekali bahwa saya telah dipermainkan melalui diagnosa oleh seorang dokter.

Pintar sekali, Pak Dokter. Pintar! Saya salut pada Anda karena pertama, Anda sudah menjalankan tugas Anda sebagai dokter, mengubah-ubah diagnosa Anda yang kecil jadi besar, besar jadi kecil kepada seorang gadis yang sudah sakit sedari 7 tahun yang lalu. Mulia sekali hati Anda membesarkan hati saya bahwa saya ini punya penyakit kronis dan membuat saya luntang-lantung dan ketat sekali menjaga kesehatan saya lalu dengan santai bilang "Eh, cuma sakit flu ah". Betul sekali, Pak Dokter. Saya ini sama seperti Tante Prita. Saya sama seperti "Batang Kayu" yang dokter-dokter Jepang itu bedah di Manchuria pada Perang Dunia II. Saya ini hanya sebagian kecil dari manipulasi orgnisasi komersil Pak Dokter saja kan?

Jadi dipikir-pikir, untuk apa Pak Dokter, apalagi saya, untuk memikirkan kesehatan saya sendiri sedari sekarang. Betul kan? Karena diagnosa dan penyakit saya bisa berubah-berubah. Bahkan mungkin ini semua sekedar fantasi saya dan Pak Dokter saja.

Saya jadi merasa berat di hati. Takut saya serupa orang dewasa pada umumnya. Sakit. Perawatan. Biaya. Masa depan. Pengaruh apa nantinya. Tetapi tangisan dan sakit hati saya serupa anak kecil. Saya merasa ditipu, dijahatin, ditinggal teman yang ia pikir bisa ia percaya. Mungkin Pak Dokter sedang menikmati uang Ibu saya sekarang berikut konsultasi kami hari ini dan hari sebelumnya dimana Bapak mendiagnosa saya dengan ceria kalau saya punya penyakit kronis. Saya tahu penyakit kronis itu tidak berarti besar, tetapi hanya ada pada jangka waktu yang lama. Pak Dokter tidak tahu kan betapa mudah ilmu pengetahuan bocor sekarang dan perasaan sombong Bapak tidak ada gunanya lagi pada kami semua. Tapi jangan seenaknya merubah penyakit saya yang capek-capek saya pikir ini adalah akar dari semua keluhan saya yang tidak berhenti-henti dari usia 13 tahun menjadi sesuatu yang baru saja saya dapat kemarin.

Saya juga iba pada Ibu saya lho, Pak. Bapak pasti punya istri dan anak saya rasa. Tahu perasaan istri bapak kalau anaknya terus-terusan mengeluh? Apa sih yang seorang ibu rumah tangga yang bisa lakukan selain berusaha? Susahkah menolong si Ibu?

Mudah-mudahan Bapak dapat bayarannya yang jauh lebih besar dari uang yang Bapak hasilkan dari pasien-pasien Bapak sekarang. Untung bapak jadi lebih besar, dan mudah-mudah saya memang hanya masuk angin saja tanpa sinusitis, dysphagia, batuk kronis, atau maag yang terus-terusan. Mudah-mudahan saya bisa sembuh ya, Pak besok. Kan sakit saya tidak parah. CUMA MASUK ANGIN SAJA.

Payah sekali memang saya ini. Sudah 20 tahun tetapi masih tidak bisa membedakan yang mana yang bisa dipercaya yang mana yang tidak. Lalu, setelah dikhianati menangis seperti layaknya umur 6 tahun. Bodoh sekali saya. Bodoh sekali. Kasihan sekali teman saya yang dikhianati pacarnya. Kasihan sekali tante saya yang dikhianati suaminya. Kasihan sekali kami. Kasihan sekali Tante Prita yang dikhianati habis-habisan oleh orang yang ia pikir bisa ia percaya.

Mungkin kasus saya tidak sebesar Tante Prita tapi, lagipula, amanah dari kami hampir sama.
Tidak ada manusia yang benar-benar bisa kita percaya.

0 comments:

Post a Comment

 

Copyright 2010 Sejuta Huruf Jatuh Habis Tersapu.

Theme by WordpressCenter.com.
Blogger Template by Beta Templates.