Wednesday, April 20, 2011

Jadi pagi ini ceritanya saya baca berita. Bukan ceritanya lah. Emang baca berita. Ada artikel berbunyi "Perlu Cara Khusus Tangani Pesta Seks Bocah di Palembang". Yaiyalah saya syok. "Pesta Seks Bocah"? Maksudnya? BOCAH? BOCAH UDAH MIKIR SAMPE SITU? Kok bisa?

Saya buka beritanya, dan saya baca, ini cuplikannya;


Pas saya baca si anggota DPR ini suggest anak-anak itu "diteliti", saya setuju. "Oh, bener juga. Mungkin psikologinya ada yang salah. Mungkin lingkungan dia dibesarkan kurang bener. Mungkin kurang edukasi soal hal itu."

Tapi pas dia bilang kalau sumber masalahnya dari "HP" dan "internet" dan penggunaannya harus dibatasi/diawasi, sampai menyarankan warnet cuma boleh SMU keatas ini menurut saya salah, SEKALI LAGI.

Yang namanya media informasi itu benar adanya bisa di abuse, tapi BISA JUGA DIGUNAKAN DENGAN BAIK DAN BENAR. Gimana caranya? YAH DIDIKLAH UNTUK DIGUNAKAN DENGAN CARA YANG BAIK DAN YANG BENAR

Tapi sebelum kita menyalahkan media informasi, kenapa ngga kita tarik dulu cikal bakal masalahnya; KURANGNYA PENDIDIKAN SEKSUAL DI INDONESIA, dan saya dari kemaren kayanya ngga berhenti karena sejak kasus Ariel kemaren barulah terlihat jelas kalau Indonesia terlalu cuek atau tidak berani buka pikiran, atau apalah sejuta alasan mereka yang saya ngga tau, intinya mereka mengabaikan pentingnya edukasi seks. Kayanya kita ngga mau belajar dari negara-negara di benua Afrika dimana kasus perkosaan ngga terkontrol karena kurangnya edukasi seks, begitu pula penularan infeksi penyakit seksual merambah gara-gara kurangnya edukasi seks. Sekarang negara-negara hitam di Afrika mulai dan MAU bangkit karena tragedi tersebut. Pendidikan seks disebar ke pelosok-pelosok, ke SD-SD. Pengaman anti pemerkosaan disebar, alat pengaman dianjurkan. Terus kita kapan? Apa kita mau gantiin posisi negara-negara tersebut dalam hal kurangnya pendidikan seks?

Saya tonton disebuah film dokumenter, edukasi seks sudah dijadikan kurikulum di Belanda dan dilakukan sedari SD. Guru-guru yang berpastisipasi dengan baiknya sabar dan telaten. Mindset mereka adalah untuk mendidik anak-anak tersebut supaya tidak terjerumus bahaya seks, dan terbukti kalau ketika dewasa mereka lebih siap dalam perilaku seksual mereka.

Terus seks tabu, dianggap dosa atau apalah. Saya tidak bermaksud menyekulerkan paham agama, tapi seinget saya ngga ada agama yang bilang seks itu tabu. Dipersilahkan tapi ada aturannya, itu aja kok. Nah, gimana supaya kita bisa mengikuti aturan tersebut? Yah kasih tau lah seks itu kaya apa, secara biologis, psikologis, dan ilmu sosial. Seks itu kan bukan cuma berarti aksi mesum. Inilah yang salah sama jalan pikiran orang Indonesia pada umumnya. Seks = mesum, mesum = guilty pleasure.

Dan saya baca komen di link berita tersebut;


Etikanya, yang namanya media informasi formal seperti detik.com ini harusnya bisa jadi media diskusi. Tapi memang pada dasarnya internet itu isinya cuma troll dan orang Indonesia lebih bodoh dari troll-troll pada umumnya, inilah yang tertera di kolom komentar. Budaya troll mo dipelihara toh? Bukannya prihatin atau gimana malah mempos contoh yang kurang layak. Terus yang saya ngga ngerti, apa pula hubungannya sama Amerika Serikat dan Israel? Mo Amerika Serikat dan Israel ngga bikin konspirasi pun, kalau Indonesia memilih untuk tetep cuek dan bodoh ya tetep aja bodoh. Kali mungkin kalau mereka bikin konspirasi beneran, seneng kali mereka Indonesia bisa dibego-begoin. Ini mah masalah moral kita pada dasarnya dan ngga ada hubungannya sama negara lain, bikin konspirasi atau punya konstipasi, atau apalah! Ngga juga hubungannya sama ramalan tentang kaum Yahudi atau apapun. Kalau merasa lebih punya moral dari mereka, kenapa dong begini? Apalagi troll dibawah yang pingin ikut-ikutan "pesta". Becanda? Okelah. Membuat kesan bodoh? Iya juga.

(Yes, troll. I'm troll-flaming you.)

Memalukan lah intinya. Dan saya ngga cape dan pasti selalu terpancing amarah karena hal ini karena kok kayanya sulit banget untuk orang Indonesia buka pikiran sedikit tentang seks, tapi selalu diomongin kaya ngga ada hentinya. Ya, kaya yang saya bilang tadi, karena mesum makanya jadi guilty pleasure dan mereka seneng akan "kemesumannya", bukan esensi atau guna dari seks itu sendiri (reporduksi, harmoni, dan filosofi-filosofinya) plus, mereka bersikap munafik akan kesenengan mereka dari "kemesuman" itu. Ini yang saya ngga suka dan contoh kasusnya udah kebanyakan. Kalau pandangan kaya gini terus yang kita pegang, ga akan ada hentinyalah kasus macem "Pesta Seks Bocah" begitu dan yang jelas dengan begitu generasi penerus kita rusak.
 

Copyright 2010 Sejuta Huruf Jatuh Habis Tersapu.

Theme by WordpressCenter.com.
Blogger Template by Beta Templates.